Todays Discussion

pertanyaan tentang teori seperti yang didiskusikan pada tanggal 22 April 2009 dengan Mr. Ardi Abbas, (btw pak ardi abbas mempunyai background pendidikan SLTA IPA, sama dengan saya) dikemukakan sebuah prolog tentang kualitas mahasiswa FISIP, yang digunakan sampel disini adalah mahasiswa FISIP secara keseluruhan, input -- proses -- output, jika input mahasiswa FISIP, mungkin di SMA yang tidak mendapatkan juara, bisa dikatakan siswa biasa-biasa saja, dan siswa yang juara umum, tidak ada yang memilih FISIP, sehingga iput ynag dimasukkan kedalam lingkungan FISIP adalah sebuah bahan baku yang masih belum terusik, belum dapat dipastikan akan diolah menjadi apa, mungkin begitu asumsinya, berbeda dengan mahasisa UI, yang dimasukkan kedalam lingkungan FISIP disana mungkin dari kelas atas, atau siswa yang pintar bergabung disana, maka dengan proses yang sedemikian rupa dapat menghasilkan output yang lebih baik, berbeda dengan FISIP universitas andalas dengan proses yang sedemikian rupa menghasilkan output yang sedikit lebih baik, ditekankan disini sedikit lebih baik.

hubungannya dengan kualitas inteligeninya, jika diperketat lagi dengan peningkatan proses, maka lektor berperan penting dalam hal ini, sebagai fasilitator yang sangat diharapkan untuk proses yng sedemikian dibuat menarik dan menyenangkan, mungkin seorang sarjana yang dilahrkan dilingkungan ini, masih sama seperti saat dia menjalani kuliah pada semster-semester keempat atau kelima, minat baca yang diharapkan dipunyai oleh semua mahasiswa ternyata sinyalnya sangat lemah, sangat lemah. dengan ini berarti apakah seorang sarjana dari lingkungan FISIP telah membaca dan memahami sekurangnya 20 buku dalam masa perkuliahannya, mungkin langka, jadi jika kita bisa melakukannya, bukan berarti kita akan jadi manusia langka, satu hal lagi, walaupun saat-saat tertentu diberikan sebuah porsi yang dinamakan ujian, mungkin ini hanya sebuah "judul" semata, nyontek dari kalangan majhasiswa masih merupakan kewajiban, yang sangat mendunia, universal, jika diperhatikan se-killer apapun lektor yang mengawasi perjalanan ujian, masih ada mahasiswa yang dapat menjalankan pro aksi ini.

ini bukan sebuah kesalahan, tapi sebuah malapetaka terbesar, jadi kemungkinan prestasi akademik yang didapat dari hasil ujian tidaklah bisa dinilai dengan seratus persen hasil dari masing-masing kepala, masih bisa dikatakan lebih baik menilai yang mempunyai jawaban berbeda, kemudian tanpa mengkaji frekuensi perkuliahan mungkin keterangan dan penjelasan dari lektor sangat diharapkan, tapi buku memang selingkuhan yang lebih baik.

memang berbicara denga minat baca, indonesia masih sangat jauh ketinggalan dari negara maju lainnya, bahkan negara miskin sekalipun, mungkin sebuah hobby, tapi bagi mahasiswa sekelas kita haruslah menjadikan membaca itu lebih dari sekedar hobi, harus dikatakan sebuah kewajiban dibanding sebuah hobi.

namun seorang mahasiswa pintar, Yogi menanggapi dengan logika yang mempunyai kecepatan akses yang tinggi, sayapun telah dengan sepenuhnya menyetujui tentang prolog Mr. Ardi Abbas. pertanyaannya adalah yang terpenting itu adalah proses daripada hasil, jika diasumsikan input itu sebuah biji besi, yang dijual dipadang, maka apabila ada masing-masing pembeli dengan latar belakang berbeda, misal: saat biji besi dibeli oleh orang jawa, atau orang indonesia lain biji besi itu akan berubah menjadi palingan berbentuk pisau, kampak, dan lainnya, tapi jika biji besi itu dibeli oleh orang jepang maka kemungkinan besar dapat berubah menjadi yang lebih berharga, dan jika bahan baku ini dibeli oleh orang Amerika, tentu akan lain pula output yang akan dikeluarkannya.

pernyataan Yogi sepenuhnya menyangkal persetujuan saya, langsung, benar sekali, proses lebih penting dari output, jika mahasiswa Fisip unand menamatkan studinya dengan prestasi akademik yang lumayan bagus, tapi keseharian mahasiswa ini masih seperti tamat SLTA, tak ada beda, maka akan lbih bagus, seorang lulusan Fisip UI yang telah menerapkan atau memahami beberapa buku teori dan buku yang berhubungan dengan bidangnya.

katakanlah input mahasiswa Fisip itu terdiri dari mahasiswwa yang kurang pintar di SLTA, tapi mengapa dengan bahan yang seperti itu proses masih begitu, jadi mungkin dari segi jajaran pengajar belum sepenuhnya menanggapi bahwa yang ada dalam lingkungan Fisisip itu benar-benr harus diproses sekeras-kerasnya, semaksimal mungkin, apapun out put yang dihasilkan, walaupun mereka tak memppunyai prestasi akademik yang tidak begitu memuakskan maka, penerapan atau interpretasi dalam dunia industri akan lebih peka dalam mensejahterakan hidupnya, akan menjadikan lulusan yang lebih optimis ketimbang yang pesimis.
0 Responses