Ku Lihat Senja Akan Segera Pergi

Aku tumbuh kembali, bergerak seperti rayap yang kadang-kadang menepi disela-sela pohon kelapa yang tumbuh sepanjang pantai Hoste, kumerasakah suasana alam nan menawan, andai aku dibolehkan tinggal disini, andai aku tak punya urusan lain, pastilah aku akan menghabiskan setiap detik menemani ombak yang terus bergantian menghempas tepi pantai. Pohon pinus yang tumbuh terus berusaha menahan diri dari terpaan angin yang merenggut dedaunan dan buahnya, salah siapa kamu tumbuh disini, angin dengan sombong terus berlalu menggelitik semuanya. Siapa gerangan yang menantimu, kembalilah untuk dunia, disana mereka bertumpahkan darah mempertahankan negeri taman mimpi yang terlupakan, angin selalu membisikkan suara halusnya, menerpaku, tapi aku tak menolak.

Kusentuh lidah ombak yang menjilat-jilat tanpa henti, pasir diseluruh penjuru pantai hanya mengharap ombak akan berhenti, tak ada perlawanan,

Menanti arah berputar, sembari ku angkat tangan membatasi sinar mentari masuk keliang mata, simpang siur, masih adakah guna aku hidup, apakah hidupku hanya untuk mencari arah? Sepertinya aku harus making decision. Bagus, sampai kemana saja asal aku bisa kembali menemui orang-orang yang kusayangi, yang pasti menyayangiku. Aku manusia yang berada dilaut lepas sindirian dengan sebatang dayung, dayungku sudah aus digigit ikan-ikan kecil, tak ada arah yang menuntunku. Aku akan berlabuh disana ditempat yang kumimpikan, dengar itu! Kamu harus dengar itu, baru saja kusebutkan. Laut ini luas sekali, tapi lebih luas keinginanku untuk pergi berlabuh kesana. Aku memang begitu, selalu saja begitu. Aku bisa mengalahkan laut.

Manakah ramalan akan dewa bintang yang menunjukkan arah untuk kehidupan? Manakah janji presiden untuk melebur kemiskinan, manakah lagi ada orang yang mengatakan “saya akan menolong anda dengan sepenuh hati” tiada ucapan yang mungkin membuat hati bergetar-getar terkesima, lihatlah lampion-lampion itu, sebentar lagi akan padam ditelan ganasnya suasana laut biru yang dalamnya tidak tersentuh cahaya, bintang hanya khawatir menatapku, dia melihat dikejauhan sana sebuah titik debu dipermukaan bumi, betapa kecilnya aku ini, bintangpun tertawa menikmati keindahan dunia, kalau aku disana, aku takkan tahu yang mana bumiku, semuanya akan bersinar, dan luasnya jagad raya. Tuhan takkan mungkin menciptkan semua ini tanpa maksud apa-apa, tuhan ingin menunjukkan bahwa dia maha besar, dan dia tidak sombong dengan kekuasaannya, mungkinkah tuhan akan turun menjadi seorang manusia yang kemudian dipuja-puja, turun ke sebuah titik debu yang dilihat dari ruang angkasa, tidak mungkin, tuhan tidak mungkin jadi manusia, atau menjadi apapun yang pernah ia ciptakan.

Laut lepas sejenak tenang menyimpan misteri, yang kuharap dengan dayungku hanyalah mengharap kalau arah ini menuju daratan, bukan menjauhi daratan, akankan aku akan berlabuh di negeri seribu cinta, atau hanya negeri satu warna, negeri apapun, aku akan membeku ditengah laut, aku akan ditemukan mati terapung tertelungkup. Bayangan kenyataan yang sayup menyingkap ruang getar di pembuluh nadi. Tidak, aku akan tetap hidup, aku takkan mati. Begitu kerasnya aku menginginkan kehidupan.

Mengapa mereka bunuh diri, cukupkah hanya putus cinta membuat seseorang merasa ingin mengakhiri hidupnya, sungguh malang nasibnya kalau berpikir begitu, sangat bodoh.

Menenangkan diri terkadang susah didapatkan dikerak bumi ini, ketika berpikir malam bisa mengubur semua rasa, ternyata salah, masih banyak manusia yang tidak ikut tenang bersama malam, mereka seolah senang bisa melakukan perbuatan itu, mereka sadar betul bahwa ada banyak katup mata yang terbuka, terbuka dengan paksa karena sang telinga terbangun dari tidurnya, dia membangunkan saraf dan saraf pun memutuskan untuk membangunkan lelapnya sang mata, sang mata dan sang saraf saling membangunkan dan aktiflah tubuh ini dengan paksa, mereka mengeluh, semua mengeluh karena tidurnya terganggu, mereka melakukan tugas mereka sendiri menjadi kurang maksimal, baiklah, aku tak akan menyalahkan orang lain, aku akan menyalahkan dirikku sepenuhnya, teorinya benar, tidak ada manusia yang benar-benar mengerti sesama, termasuk aku, ketika semua orang ingin melakukan apa yang mereka inginkan, aku selalu merasa terganggu, berubah sedikit-sedikit menjadi perasaan benci, lama-lama simpatiku hilang tertelan kelam bersama jutaan jiwa lainnya, dini hari, aku sudah menitikkan tinta hitam yang mengelami hatiku, bagaimana dengan beberapa jam berikutnya, berapakah dosa yang akan terkumpulkan hari ini, esok, selama hidup, ampuni aku tuhan, aku tidak mau menjadi hamba yang kehilangan mata hati, tapi tolong ya tuhan, jangan juga butakan hati mereka, seiring dengan melemahnya daya jiwa dan raga ini, izinkanlah aku mendapat ketenangan hidup bersama manusia yang lain ya tuhan, hindari kami dari bencana yang mungkin akan datang detik berikutnya, hindari kami dari kebencian dan pertikaian. Semoga yang datang dihari nanti adalah yang kami inginkan hari ini. Amin.

Sudahlah, aku tak mau lagi menjadi anjing penjaga dua burung dara berjuntai, atau kurcaci menemani Cinderella walau hidupnya tidak pasti kemana, memandang temaram tua langit senja, jiwaku tak dihargai hanya sebegitu. Lebih baik megikuti arakan awan putih membawaku mencari tempat terbaik, setiap do’aku selalu kumohon untuk mendapatkan yang terbaik dalam hidupku, aku yakin dan percaya tuhan tak tidur, satu diantara seribu do’aku yang lalu pasti terkabulkan, aku yakin pula satu hal, dia bukan yang terbaik untukku, walau hatiku mengatakan demikian, aku ikut jalan tuhan saja. Pasti disana ada seorang gadis menopang dagu duduk bermenung dengan sebuah payung duduk diatas kursi kayu dibawah pohon nan rindang, melapaskan sajak-sajak rindu ingin berjumpa.

Aku tergilas roda kehidupan yang baru, kandas remuk berdarah-darah. Aku akan sabar menanti, dengan begitu tuhan pasti tersenyum melihatku senang. Kuharapkan hadiah darimu tuhan, kuharapkan segalanya darimu.

Suara burung pipit mengajari anaknya, menyuapi anaknya, dengan ikhlas penuh cinta, kilat menyambar-nyambar garang merudungi sarang mereka yang canggih, khawatir dengan nasib mereka diujung ranting pohon meranti terombang ambing mengharap semunya akan berhenti, alam mengajariku satu hal bukan aku sebagai manusia saja yang merasakan cemas ingin semua yang buruk cepat berlalu. Langit hari ini bersih tak bernoda, kuingat lagi darsana kehidupan dari semua yang kudengar. Setiap koligasi bahasa yang ada kupercaya besar bisa melihatku terpuruk, terjatuh, terpuji, disetiap instrumen obstruktif.

Pesiatron garis matahari sudah condong kebarat, bayang-bayang penghuni bumi sudah rebah ketimur takut menantang matahari. aku sudah harus mengingat tuhanku, temanku yang baik sekali, kutuliskan dan kubacakan kepada-Nya. Walaupun ceritaku begini, itu semua hanya bagian dalam hatiku yang tak bisa kucampur adukkan dengan yang lain, disisi lain hatiku masih banyak tokoh-tokoh bertanda dihatiku. Aku biasa saja tertawa lepas dengan teman-temanku, transparan dan fleksibel, tentulah ekuivalensi dari semua itu bisa kulakukan.

Kalau dahulu diri ini berharap, sekarang sudah tak terniat untuk berharap. Semua sudah hilang, semua yang membenaniku kulepaskan cepat, kata-kata yang kuharapkan selalu ku pakai, hidup untuk kalah dan menang dan akhirnya untuk menang.

Cinta tak bisa ditebak, ceritanya unik dan berliku, walaupun berliku, tak ada jalan yang buntu untuk cinta. Semuanya takkan ada habisnya.