Write Here

Sepiring nasi sudah kudapatkan, lepas sudah lapar sesaat, kutunggu lapar selanjutnya, kuberjalan menyerahkan raga pada matahari yang berada pada titik perihelium, matahri tak lepas dari semua tulisan, karena matahari adalah penerang yang terang sekali, bercahaya kian menerpa.

Siangnya hujan turun, menggelitik atap dengan jemarinya, melahirkan bunyi, gemericik, mengalahkan suara alto, tenor bariton bahkan bass mereka yang sedang merentak mengayuh sepeda ontel, aku sebenarnya ingin bersajak, namun sajak ku tidak begitu bagus, aku pasti di cemooh oleh orang pintar yang membukukan puisinya disebelah sana, entah apa namanya, puisi, sajak, tak begitu penting bagiku, yang penting itu adalah kata-kata itu terangkai merajalela.

Azoikum sudah lama berlalu, Pegasus juga sudah melewati karangan jingga berbingkai saka. Kugelar tikar, dan kutarik ujungnya, Mulailah kutulis semua indahnya hidup, Kurasakan jemariku bergetar saat kata-kata itu muncul, ditemani rumput setengah basah, atau serangan dedaunan kering pohon akasia, menghujani tikarku yang sepi, menatap jauh kelangit, mengikuti awan berlari, kadang mentari tersenyum, aku tahu dia mengatakan aku gila!, tapi sayang, aku tak memperdulikannya, aku sudah senang dia menemaniku, ujung penaku berhenti disebuah kata, saat ku menulis .......aku ingin disayang, tapi aku bahagia disayang oleh ibu.... kubayangi wajahnya, lalu kuberdoa, agar dia baik-baik saja, semoga aku tak lagi menjadi anak yang durhaka kelak, agar aku berguna baginya kelak, dan semua kupinta dengan disaksikan jutaan ornament kehidupan, sabana itu kurasakan meluas begitu saja, hmmm, kuhirup lagi udara manis semanis madu, sungguh hidup begitu memberikan kehidupan, kehidupan mewasiatkan agar kita melakukan yang terbaik, berbuat baik kepada sesama, karena kehidupan ingin dimengerti.

0 Responses