Pekan Jurnalistik II Genta Andalas

Kami Genta Andalas kembali lagi menggelar Pekan Jurnalistik II tahun 2010, Riska Selalu ingin eksis, lihat juga sponsored, dan supported kita tahun ini

Yang Mengetuai, kenali bawahan kamu ya fen... hahaha

Mbak, jangan bergerak ya mbak, ntar saya dor!! haha

ehm, maaf, saya hanya numpang poto, gak minat jadi begituan...

ini juga numpang poto...

adek kecil, jangan nangis ya...

Ijah juga numpang eksis...

back drop kita yang super besar...

Back drop yang super besar...

promosi juga besar-besaran... seperti itu...

poto bareng Tek Kos...

tek kos numpang eksis atau emang promotion icon sih?


semoga acara kita sukses!!!

Apakah Ini Dilemma?

Sayang, hari sudah sore dan akan hujan, jangan kau cuma siapkan payung ya, bawa jas hujanmu, lindungi tubuhmu, supaya kau tak kedinginan tidur nanti malam. aku sayang dirimu, dan sayangkan keberadaanmu sekarang. Mengapa kau kembali lagi masuk di pintu depan saat ku sudah akan keluar dari pintu samping. Kulihat bulan di pintu samping. Betapa terpananya aku, tapi kau bawakan anyaman bambu kesukaanku. Tapi kamu sepertinya tidak yakin akan ungkapanmu, dari hati kau mau, tapi kau tak akui, apakah itu?

Hidupku akan kubawa untuk kepastian, pintu samping sudah kubuka, aku sudah terpana dengan bulan, tapi kau datang tepat saat aku sedang bercanda dengan bulan, aku disiram cahayanya. Lukaku kering terjemur bulan, tapi aku ingat, kau juga masuk kembali membuka pintu depan. Rasanya aku ingin mati. Kau bukan tamu lagi, tapi tak seharusnya juga kubiarkan kau mengambil minum sendiri di dapur, dan menutup pintu sampingku, bulan baru saja melepaskan senyumnya dalam candaan kami. tapi.. dan tapi…

Kurasa hatiku akan rusak, aku akan pergi mencari rumah baru, tapi harta bendaku tak bisa kubawa dari rumah lama, jemariku tak kuat menggenggam temali yang bergagang di samping jendela kaca berbingkai kayu, kau terus memanah jantungku, sekalipun jantungku sudah berhenti berdetak sejak tadi, sesaknya aku.

Sahabatku, aku sayang kamu, tapi aku bodoh, hingga kau tak pernah lihatkan aku dari tirai. Aku bertanya-tanya sebenarnya. Tapi aku belum siap untuk pertanyaan itu. Lalu aku diam, lalu aku menjauh berharap kau temukan makna lukisan di bingkai itu. Jauh menjadi indah, terselip daun kering yang sarat akan air mata.

Sahabatku, aku egois, mengapa aku harus menginginkanmu. Jika kumampu akan kuhapus air matamu, jika ku bisa akan kukecup keningmu suatu hari, tapi retak, belum pecah. Rasanya belum pantas diganti, tapi yang retak sudah tak bisa kupakai. Semua ceritaku sarat akan dilema. Sudah kuingatkan kamu, tapi aku sendiri kehujanan, tunggulah dulu, kuperas pakaianku, dan kujemur sebentar supaya kering. Setelah kering.

Sahabatku, aku merasa kau tlah anggapku orang yang tak berguna, kau telah anggapku bodoh, kau telah anggapku semua yang buruk tentangku. Kenapa? Karena aku takut dihina lagi, aku bukan manusia yang punya lukisan seni yang termahsyur, aku bukan pelukis yang ahli warna, aku bukan raja yang punya harta, aku bukan ksatria yang ditakuti, dan aku sekali lagi bukan orang –orang itu. luruskan hatimu, luruskan tujuanmu

Ibu

Kucintai dunia yang kuukir, tempatku dilahirkan, namun langkah yang menimpali silih berganti suka duka dengan tiada ampun, tuhan punya segalanya, aku sering diberi satu, setiap kuberdoa, tiap rasaku tergores pedang samurai, kusimpan darahnya selalu, kadang aku lelah kawan. Aku lemah juga.

Ibu………….

Mama…………..

Bunda……………

Umi…………..

Aku ingat saat jemari kecilku kau raih lembut, saat kau pandangi mata mungilku.

Kau genggam jemari mungilku.

Aku ingat suapan terikhlas langsung dari tanganmu ibu

Aku ingat, aku sering membangunkanmu saat matamu baru saja tertidur lelah, hanya untuk menghalau seekor nyamuk untukku.

Aku ingat saat kau tersenyum melihatku belajar berjalan,

Aku ingat saat kau tersipu malu dan bangga saat aku juara kelas.

Aku tahu kau kecup keningku saat aku sudah tertidur.

Aku tahu kau selalu tersenyum melihatku bermain ayah-ayahan bersama teman kecilku dulu.

Aku ingat ketika aku merengek meminta mainan, namun aku tak tahu bahwa kita tak selalu punya uang untuk membelikanku, sedang kau tahu teman-teman kecilku girang bermain mainan didepanku. Aku menangis sejadi-jadinya, tanpa ku tahu betapa runtuhnya hatimu, karena kau tak mampu membelikanku mainan seperti anak-anak lain.

Aku ingat ketika suaramu membisikkanku, jangan nangis lagi ya nak malam ini, ibu lelah bekerja seharian, ibu mau tidur!

Aku ingat saat kau menggendongku berjalan jauh sekali, kau sembunyikan penatmu.

Aku tahu kau selalu mencemaskanku.

Aku ingat ketika kau masih menimang tubuh kecilku, senangnya hidupku waktu itu.

Aku ingat ketika kau marah melihatku mengencingi tempat cuci piring,

Aku ingat saat kau tak tidur semalaman menungguku yang sedang sakit.

Aku juga tahu saat kau berkata, “jangan banyak-banyak jajan ya nak, cari uang susah!”

Jangan tinggalin sholat ya nak, kita bukan orang kaya yang bisa menikmati dunia,!

Jangan merokok ya nak, nanti kamu tua sakit-sakitan,

Aku sering membuat tangisanmu semakin menjadi ratapan,

Kutambah lagi kesedihanmu saat kau masih bersedih

Betapa pecah tangisanku saat kau masih berdoa yang baik untukku.

Aku tahu, kau selalu menaikkan selimutku saat aku sudah terlelap.

Kau terus berdoa semoga anakmu baik-baik saja, kau menangis kepada tuhan mendoakan anakmu,.

Ibu…………..

Mama…………….

Bunda……………

Umi…………..

Aku juga ingat, saat kau menangis sendiri didalam kamar, kau hapus air matamu sendiri dengan tanganmu, aku lihat waktu itu dilubang kunci pintu.

Semua karena tingkah anakmu, tapi ibu, takkan ada takaran yang pas untuk menyatakan kalau cintaku tulus. Inginku cium kedua pipimu setiap saat,

Pengorbanan yang takkan ternilai, dan kadang tak terlihat, tapi akan selalu hidup dihati anakmu.

Tanpa kuminta pun kau pasti memaafkanku, begitu pemurahnya dirimu ibu…

Inginku berlutut didepanmu,

Inginku kecup keningmu,

Ingin ku seka keringatmu,

Ingin ku hapus air matamu,

Ibu

Tahukah kau ibu, aku sering memandangi wajah damaimu saat kau tertidur,

Tapi aku tahu, saat ini kau tak ada disampingku untuk mendampingiku walau sekedar mengingatkan makan siangku.

Aku ingat ketika kau berkata “rajin belajar ya nak!, supaya tidak bodoh seperti ibu” hatiku terenyuh mendengarnya ibu.. sungguh.

Kau tak bodoh ibu, kau orang pintar yang memupukku. Kau yang mengajarkanku etika sesungguhnya.

Aku takkan pernah malu mempunyai ibu sepertimu.

Aku takkan pernah menyesal mempunyai ibu sepertimu,

Kau tak berikan aku uang yang banyak, kau tak bekali aku dengan harta, kau tak bekali aku dengan emas, kau tak bekali aku dengan sesuatu benda apapun. Pelajaran hidupmu jauh lebih mahal daripada barang mewah yang mereka punya. Harta takkan lebih manis dari nasehatmu. Cerita harimu, rasanya tak pantas kujual dalam buku, tapi akan terus kuceritakan untuk membuat mereka tersentuh. Hingga anakku nanti, hingga cucuku nanti.

Engkau pahlawan terhebatku, superhero yang nyata untukku, pengorbananmu takkan terhapus oleh apapun. Sangat besar, tak pernah kutahu ukuran yang tepat menggambarkan besarnya pengorbananmu.

Aku mengerti, kau menempaku dengan didikan pesona indahmu.

Ibu, salahku banyak kepadamu, salahmu tak ada kepadaku. Seenaknya saja kau memaafkanku begitu saja, seperti tak pernah terjadi apa-apa.

aku sayang ibu, ya, aku sayang sekali!! Ya tuhan, sayangi ibuku. Sayangi ia lagi ya tuhan, sayangi ia sekali lagi. Ibu, ibu, ibu.

Rubik

gambar1

Banyak permainan yang dibuat untuk memusingkan kita, ada juga yang bersifat edukatif, mengasah otak seperti rubik., senangnya setelah dapat memecahkan rubik dengan layer 3 x 3, sekarang ada yang datang membawa rubik bentuk baru. Hah, sekali lagi, saya berburu mencari direction nya, tapi tiada kudapat, namanya pun entah apa.

Spinning around, bintang tujuh, putar sana putar sini seperti rumus layer 3 x 3 misalnya, disini tidak berlaku sepertinya, karena arah putar ini bukan pada sisi-sisinya melainkan dari sudut-sudutnya, walaupun saya sudah ketinggalan ujian gara-gara rubik, tetap saja saya merasa rubik ini masih tertawa terbahak melihat saya.





gambar lainnya