Republic of Indonesia


Dalam aerobus dari KL central to KLIA, banyak bule-bule student akan ke bandara juga, tujuann mereka saya ketahui ke Vientiane, lalu daripada boring saya memutar Lamb of God – Set To Fail.mp3 dilanjutkan dengan A7X – Dear God.mp3 dihape dan memasang headset. Ternyata si bule fans A7X juga. Saya tidak tahu kalau dia perhatikan Hape odong-odong saya, ketika saya melihat kesamping dia tersenyum sambil memperlihatkan layar IPhone-nya, saya pikir bandingin Hape. Ternyata disana currently playing the same song. Dear God. Oh. Saya pikir bandingin hape.

Bergabung dengan beragam pemegang passport berbagai Negara yang jelas saya memegang Passport of Republic of Indonesia. Saya takkan permalukan Indonesia. Saat di Immigration, sang petugas bertanya, sambil membalik-balik Passport saya, cam mane Malaysia? Malaysia? Not overall, I’m just stay in KL. Oh, ya, you’re student? Yes I’m a Student, berbagai pemegang passport lain seperti, Passport of United Kingdom, Passport Malaysian, Passport Republic of Indonesian, Passport Pilipino, Pasporte Cambodia, Passport Thailand, dan beragam lainnya, dari eropa, Asia Tengah dan United States. Saya menunggu di waiting room to departures, saat menunggu, bersama teman saya, kami melalap sebuah burger dari A&W resto cepat saji, maklum, uang Ringgit masih tersisa. Lalu duduk di sebelah bule asal North Ireland, dia tersenyum, kamipun balas tersenyum. Lalu teman cewenya datang, dan langsung exited bertanya, hai, where you get that burger,? hah? Kami berdua ternganga, at the first floor, yes, entrance. Saya bilang dengan terpatah-patah. Oh, I though you’re get from this meters. Hehe. Kami berdua lanjut makannya, lalu dia bule cowok (pak le) hendak bertanya lagi, tapi, melihat kami yang megang Passport of Republic of Indonesia, lalu mengurungkan niatnya. Setelah selang beberapa menit, dia bertanya lagi, where’d you go? What? Kata teman saya. Your destination, lalu saya cepat-cepat menjawab, Padang, Indonesia. Saya pikir dia gak tau, tapi ternyata tahu, wow, yeah? There are earthquake land! Yes, yes. Kami berdua mengangguk sambil terus melalap dan mengoles-oles si burger pake saos. And you? Where you’re destination. We’ll go to Phucket. Oh Phucket. Thailand right. Saya terpatah-patah lagi.

Setelah itu si bule kabur karena flight sudah available ke Phucket, Thailand di Gate T11, bosan menunggu kami hanya berkodak-kodak saja. Setelah itu duduk berpisah, dan saat inilah pengalaman lagi, datang serombongan wanita-wanita muda pemegang Passporte Cambodia, ada yang duduk disebelah saya, sambil menyapa, sayapun menyapa hai!!. Lalu dia mengacak-acak tasnya, mengeluarkan slembar kertas yang dilipat-lipat lalu dia kembangkan kehadapan saya. Isinya kira-kira seperti ini.

“hai Mr./Mrs. My name is “---------------“, I was born “-------------1988“ I’m From Cambodia, and I’ll go To Phnom Penn, can you show me direction?”

Where you come?

Lalu saya mengangkat Passport kebanggaan saya Indonesia.

“I’m from Indonesia. Dengan pronounce layaknya native speaker lengkap dengan plosive sound-soundnya,

Lalu dia bertanya lagi, can you speak Anglia?

Wew, Anglia?

Did you mean English?

Yes Inglish!

Yes, I did. I can speak English well. Saya bilang dengan Pede, karena dia tak begitu pandai berbahasa Inggris, lalu dia mengangguk, dan bertanya-tanya, about Indonesian. Kalau bersama native speaker pasti saya mengatakan yes, but my English just a little bit.! Hehehe

Kemudian dia memperlihatkan boarding pass nya, dan saya mempersiapkan jawaban simple.

Yes, you’re in the right gate, just waiting, and look periodically to those LCD board. It’s about fifty minutes to depart. Sambil menunjuk pada tipi-tipi yang ada disetiap gate.

Dia hanya manyun, lalu mengeluarkan note kecil, dan pena, lalu disuruh tulis. Ternyata dia tidak mengerti pemirsa. Lalu saya tulis resumenya. Dia mengangguk dan tersenyum. Ooooooo…

Lalu dia bercakap-cakap dengan teman-temannya dalam bahasa Cambodia pastinya. Ketawa cekikikan. yang jelas saya tidak mengerti sedikitpun, dan saya buta bahasa Cambodia.

Tertawa-tawa, dan sayapun makin panas, excuse Me.! What you’re doin here, Kuala Lumpur.? Lalu dia mengatakan work!

Oh saya tahu dia jadi TKC (Tenaga Kerja Cambodia) hehe

And you,?

I spent my time for holidays,!

Holiday?

Yes, holiday.

Alone?

No, with my friend, lalu saya menunjuk kearah teman saya yang sedang menjahati tombol hape.

Oooooo…

You’re student?

Yes, I’m student at University…

Ooh, your Anglis good, katanya,

Hah? Good? Saya bertanya dalam hati, Senang juga! Hehe

Thank you.

Dia ketawa, lalu berkata terima kasih. Bahasa melayu bisanya terima kasih.

Sebentar-bentar ada pemberitahuan, dia bertanya lagi pada saya, Phnom Penn???

No,!

Just a notification to call someone who left their bag.

Saya ada ragu juga, kalau jawaban saya salah, kalau si anak Cambodia ketinggalan pesawat, saya bisa-bisa mempermalukan Indonesia. Tapi untungnya benar. haha

Ooo… katanya lagi, dan mereka lanjut mengupas buah jeruk, dan menawarkan saya,..

No, thank you.

Kemudian setelah 45 menit terdengarlah pemberitahuan, the flight to Phnom Penn -------------- is ready to ------------- please queue and makin line on gate T10. Lalu dia melihat banyak orang-orang sudah berbaris, dia bertanya Phnom Penn???

Yes, saya katakan Phnom Penn is ready to enter the gate.

Ooo, thank you very much,!!

Welcome

Nice to meet you, katanya lagi,

Nice to meet you too, balas balik.

Tak lama berselang, Flight kepadang dengan airbus airasia sudah tersedia, kami antri lagi. Hah sudah jelas terdengar disana sini local joke, hah, sebentar lagi sudah tiba di Padang.

Flight selama 50 menit habis sudah, tiba di BIM. Nampaklah ketidak teraturan, nyelonong sana sini di Immigration, diantaranya ada bule asal Inggris, kesusahan mengurus Visa on Arrivalnya, satu setengah kali tinggi saya. Seperti raksasa. Hah, kita memang diciptakan berbeda-beda untuk saling mengenal.!

Perenungan Panjang

Apa yang hendak kukabarkan, terkata lajang yang sungguh tidak merana. Kuseret dahulu tali asa tepat dipinggir jalan Bunga Kenanga. Aku duduk ditunggul sebatang kayu yang lapuk, termenung melihat kehiduan yang kuseret dari sejak lama. Rona remaja bermiang menapak setiap helaian detik tanpa rupa dan remaja tua. Rasanya seperti kecewa. Rasanya seperti lupa akan sandiwara. Rasanya seperti baru saja. Tapi semuanya terhembus dalam lakon ternama tapak naga. Hidup penuh kegagalan bukanlah untuk tidak suskes atau tidak bahagia. Tapi menyongsong suskes dan kebahgiaan yang lebih bermakna dan besar seperti lantunan keindahan ayat-ayat. Hingga berpeluh cinta.

Gema anak petani melarat melata menyuguhi jeritan permata, dia bodoh untuk rupa, dia kaya untuk nama, dia sendiri melawan dunia. Aku rindu akan emas pagi yang jatuh untuk mereka dihalaman rumahku.

Kalau bahasa kalbunya. Belajar dan belajar untuk belajar, sudah kupetik satu yang paling permata. Kudengar baik-baik Datuk Hambali mengajar membaca alif. Alif. Alif tunggal, alif satu. Bersimpuhlah didepan sila ku. Tatap isi mataku. Hanya satu petik untukku, dan kau seorang bintang betina itu.

Kuala Lumpur, Malaysia (Dalam Misi Keliling Dunia)

Berdiri didepan kaki dua telunjuk Kuala Lumpur, dia tinggi, dia mampu melihat ragamu. Tuhan maha tinggi, Tuhan mampu melihat segalanya. termasuk hatimu.

Kuala Lumpur, Malaysia. Negara dengan basis Islam yang terasa, dengan berbagai ras yang tinggal didalamnya. Angka satu, Malaysia. Pengalaman pertama melangkah cabut dari negara sendiri, Melihat Perbedaan, Mengalami Dinamika, dan Merasakan Kenyamanan. Bukan sebuah liburan menghabiskan uang belaka. Kita harus lihat bagaimana mereka. Ada pola yang tak kita miliki, ada moral yang belum kita isi, ada sesuatu yang masih kita belakangi, ada karat yang belum kita kikis, ada erosi yang belum kita hijaukan, ada hormat yang belum kita sapakan, ada senyum yang belum membahagiakan, ada neraka yang belum kita intip, ada dahaga yang belum kita aliri, ada JIWA YANG SELALU MENYALAHKAN.

Gambaran tak selalu membayangi, sisi positif selalu terbelakangi untuk manusia yang buta akan sandiwara. Terselip cinta untuk Malaysia, terselip rasa bangga punya tetangga, terselip sebuah rangkulan hangat beramah tamah. Tapi mayoritas memang begitu, kita tak boleh mengatakan semua orang, walau masih ada yang terhina, walau masih ada yang terpana menikmati celaan. Itu kaum minoritas saja, kaum the lower class thinker. Mereka akan selalu menerima sepiring nasi, daripada memelihara sebutir benih.

Jika mereka merasa membuat orang terganggu ucapan sorry! Langsung terucap, spontan dan ikhlas. Lihat negara kita, saya setuju dengan negara kita kaya, luas dan citra budaya yang lebih membahana. Indonesia, saya muslim, saya mayoritas. Saya miskin, saya mayoritas. Semua serba mayoritas. Tapi mayoritas manusianya kita masih berpemikiran menengah bawah. Untuk bagian ini saya minoritas. Karena saya bukan pemikir kelas bawah.

Ingatlah, kita generasi muda. Kita bibit. Sirami generasi kita supaya tumbuh menjadi pohon yang lebih rindang. Satu lagi, mempelajari politik sedikit banyaknya akan mewarisi +ve dan –ve dari pemimpin-pemimpin saat ini. Dalam arti kata, sistem akan tetap seperti ini. Korupsi dimana-mana. Pisahkan kehidupan politik anda dari pejabat penghisap seperti mereka. Karena rezim itu gila.

Jika kita merasa sahabat bagi yang lain, sikapi kalau musuh menyusup, tapi pastikan anda dan sahabat tidak menangis. Begitu kan?