Perenungan Panjang

Apa yang hendak kukabarkan, terkata lajang yang sungguh tidak merana. Kuseret dahulu tali asa tepat dipinggir jalan Bunga Kenanga. Aku duduk ditunggul sebatang kayu yang lapuk, termenung melihat kehiduan yang kuseret dari sejak lama. Rona remaja bermiang menapak setiap helaian detik tanpa rupa dan remaja tua. Rasanya seperti kecewa. Rasanya seperti lupa akan sandiwara. Rasanya seperti baru saja. Tapi semuanya terhembus dalam lakon ternama tapak naga. Hidup penuh kegagalan bukanlah untuk tidak suskes atau tidak bahagia. Tapi menyongsong suskes dan kebahgiaan yang lebih bermakna dan besar seperti lantunan keindahan ayat-ayat. Hingga berpeluh cinta.

Gema anak petani melarat melata menyuguhi jeritan permata, dia bodoh untuk rupa, dia kaya untuk nama, dia sendiri melawan dunia. Aku rindu akan emas pagi yang jatuh untuk mereka dihalaman rumahku.

Kalau bahasa kalbunya. Belajar dan belajar untuk belajar, sudah kupetik satu yang paling permata. Kudengar baik-baik Datuk Hambali mengajar membaca alif. Alif. Alif tunggal, alif satu. Bersimpuhlah didepan sila ku. Tatap isi mataku. Hanya satu petik untukku, dan kau seorang bintang betina itu.

0 Responses