Resolusi
13.49
Kemudian kejemuan menusuk birahi-birahi yang lepak
ditengah embun yang mulai tumpah ruah. Janji mereka kalap dan takkan pernah ada
yang bias dipercaya. Kalau saja… ah tidak perlu mengawali dengan kata kalau. Enyahlah,
aku tak sempat menyicipi kebahagiaan itu, kawan. Aku ingin menjadi seperti apa
yang menjadi keinginan mereka. Tapi sedikit akan kupoles. Rusuh merusuh, aku
butuh seseorang yang sadis memaksaku untuk melakukannya. Ayo, kubagi diriku
menjadi dua. Yang satu kugambarkan dengan pribadi yang ganas dan suka memaksa,
dan yang satu akan kuperankan dengan yang lemah dan malas. Ya begitu. Paksalah
si lemah sampai ia mati kalau ia tak mampu ikut kata hatimu. Aku lusuh punya
tubuh, tak punya otak untuk mengatakan aku mau bangkit. Niscaya aku akan
terpaku dengan segelintir pikiran bodoh yang menopang rongga tenggorokan
sehingga kata-kata itu tak jadi kuteriakkan. Aku butuh paksaan.
Jalanan tentang debu dan asap, kugantikan dengan api dan
peluru, sungguh ku akan mengisahkan hidupku jauh lebih berharga dari apa yang mereka
lakukan sebegitu indahnya. Aku butuh paksaan. Sekarang lenyaplah, aku siap
malu, aku siap terhina, aku siap untuk memenggal si penakut dari tubuhku
sendiri. Aku butuh itu. Dengan kelusuhan yang sama, selalu kuharap pengganti
jiwa yang akan menyumpal mulut-mulut penghara seperti mereka. Persetan dengan
semua. Kau pikir kau pintar, aku juga berpikir aku pintar. Kalau kau piker aku
bodoh maka kau juga lebih bodoh. Benang-benang sutera yang menipu, akan
kubuang, lebih tepatnya kubakar menjadi abu-abu sehingga akan kuinjak-injak,
aku butuh tali tambang, cambuk penuh nista sekalipun, cambuk senista-nistanya
lempar untukku, sehingga aku belajar mengelak. Kalau aku harus mati, itu bukan
karena aku ingin menyerah. Justru karena aku tak pernah kenal kata menyerah. Kini
kuyakini, yang kajalani saat ini bukanlah bagian dari apa yang kuinginkan, tapi
kutunggu hikmah, kujalani semampuku, jadi jika kau kecewa, ibu, bapak, silakan
kecewa. Tapi aku ingin kau tetap doakan yang terbaik.
Sebentar lagi, sebantar lagi, sebentar lagi, masa
tahananku akan kuakhiri dipenjara ini. Barulah kumulai, sesuatu yang sangat
butuh ku tapaki, dunia luas, dunia buas, dunia kesadisan yang mencambuk setiap jengkal
pori dikulit. Laga siluman buas dengan dunia cerita akan kugambar dengan belati
disela lengan. Tapi bukan itu yang utama. Siang bukan hanya tempat mencari
harta, malam juga bukan tempat marajah nafsu, siang malam adalah lintasan untuk
berjalan berkelana bersama iman didada. Takkan layu ditengah gurun yang sungguh
panas tiada dua. Aku bukan manusia tampan, aku manusia aneh, aku akan mengakui
semua hal yang buruk tentang yang kau katakan, jadi tak perlu lagi kau ulangi
membaca sampai berkali-kali, aku akan mengakar sendiri, aku akan mencari air
sendiri, aku akan tumbuh dengan daun yang kuinginkan, aku akan menegapkan
batang dan dahanku untuk hidup dan menatap dunia. Aku butuh menjadi jahat,
kejam, karena pikiran penakut butuh paksaan dan kekejamann untuk membinasakan
atau merubahnya menjadi berguna, bukan menjadi janda kembang yang tak terusik.
Walaupun telah bekas usikan.