Unwell Experiences

Telah lama tidak menceritakan cerita-cerita dalam tulisan, begitulah kesempatan, dia tak selalu tersedia. Berbagai macam penghalang atau memang belahan chart untuknya yang tergolong sedikit. Hari ini saya ingin bercerita mengenai kehidupan saya yang lalu, saat mencoba hidup disebuah lingkungan baru yang memang berbeda, tetapi belum begitu kontras. Dianya, Malaysia.

Ya, Malaysia lagi, tapi kali ini saya akan bercerita mengenai bagian yang mungkin terasa tidak sahih, untuk saya ceritakan. Tapi rasanya ini bagian yang menarik dalam hidup saya. Pengalaman yang sejatinya membuat saya kaya. Saya menempati sebuah apartemen di kota metropolitan Kuala Lumpur, sistemnya bgitu, sewa apartemen ini sebenarnya per tahun, namun, ada yang menyewa satu aartemen ini selama setahun, kemudian dia sewakan kepada orang lain perbulan, dengan menghitung untuk yg bisa ia dapatkan, ditambah lagi sistemnya dengan deposit. sangat menarik, untuknya, dan membmerikan kemudahan bagi penyewa yang tak mempuinyai cukup uang dengan menyewa satu tahun. Mutual stuff sebenarnya. Apartemen ini terdiri dari tiga kamar tidur dengan 1 kamar punya kamar mandi didalam, tetapi beruikuran lebih kecil, dua kamar lagi mempunyai kamar mandi terpisah yang berada diluar, satu ruangan besar berukuran mungkin 6x6 lebih. Satu dapur yang lumayan nyaman dan luas. Satu ruang kecil yang biasa kami pakai untuk menjemur handuk karena hanya berpagar terali. Kami menempati tingat 24. Apartemen disini mungkin kita sebut kondominium atau condo.

Saya pertama kali datang dan menyewa ini dengan memburu tempat di situs seperti berniaga, namanya mudah.my, saya telpon, ternyata pemiliknya china, dan susah sekali mengertikan bahasa melayunya, dialek orang china gak ilang-ilang. Terpaksa saya harus susah-susah dengan kemampuan bahasa inggris saya yang tidak begitu bagus. Dapatlah dengan system deposit, perbulan saya dikenakan 350 ringgit, dengan deposit awal 600 ringgit. Awal mula, saya bertemu dipertemukan dengan seorang pria yang ternyata seorang Pakistan, dua orang Malaysian, yang memang begitu sinis memandang saya, ketika saya katakana saya dari Indonesia. Sekarang ada ber-empat, yang Pakistan bernama Yoseuf, saya terpaksa sekamar dengan dia, seorang muslim. Dan dua orang Malaysian itu pun sekamar, adik dan kakak. Sepertinya hawanya berbeda lagi ketika saya masuk kos dipadang atau di Jakarta ini. Dengan sang Pakistani saya harus memakai bahasa inggris, tapi saya nanti malu kalau si Malaysian itu menemukan kalau bahasa inggris saya salah-salah.

Terpaksa saya awalnya hanya bicara yang biasa-biasa saja, yang simple. Sampai sore, saya mengurus merapikan baju-baju dari carrier yang saya bawa. Tas ransel besar itu memang sudah sangat padat berisi baju-baju, snack yang saya bawa dari pusat grosir ternama di Kuala Lumpur, Mydin namanya. Ada juga Tesco yang kemudian saya tahu lebih murah ketimbang Mydin. Malam harinya datang lagi seorang penghuni baru, saya rasa sekarang saya yang paling muda yang tinggal disini. Malamnya kami duduk bersama dengan empat anggota lainnya. Selain yang baru sampai. Sembahyang magrib berjamaah, dan sehabis itu timbullah ide untuk mencari makan diluar. Makan nasi ayam. Seharga 3 ringgit 20 sen didepan condo. Kembali lagi masuk. Kami bercerita malam itu, mengenai saya masih mahasiswa (ketika itu saya masih mahasiswa) sekarang sudah tamat, hehehe. Saya kebagian tempat tidur diatas, karena tempat tidurnya bertingkat. Yoseuf juga menceritakan kenapa ia sampai berada di Malaysia, ternyata perjalannya panjang.

Seorang Pakistan dia punya ibu bapak orang Bangladesh. Bukan untuk rasis memang dia sama seperti bule lain, tapi kulitnya gelap. Begitulah. Sebelum berada disini dia tinggal dan mencari kerja di Singapore dan sempat bekerja sebagai petugas seksi sibuk lah di bandara Changi, begitu yang saya pahami. Saya jadi sering menyapa, supaya tidak dibilang sombong, dan saya ingin mengesankan kalau orang Indonesia itu suka beramah tamah. Dan akhirnya esoknya saya kenal lagi dengan seorang yang dikamar sebelah.

Saya perhatikan sekilas rupaynya orang melayu, saya pun berkesimpulan bahwa dia adalah orang Malaysia. Ketika saya sapa dengan abang, dia tak mengerti, ternyata dia datang dari Rangoon, Myanmar. Namanya Richard. Pekerjaannya sangat ekstrim atau mungkin malah menyenangkan baginya. Memang pekerjaannya menjamu para tante-tante hidung belang, setelah dia bercerita panjang lebar. Pantaslah saya lihat dia begitu sibuk terus dengan tibuhnya, gym, push up. Dan memang dia sangat tampan memang kalau dibanding saya. Tapi dia lebih tua dari saya. Ya saya ingin menceritakan sedikit tentang orang ini, dia seorang escort atau tukang pijat. Tapi pijat plus plus, dia seorang non muslim, dia menceritakan tentang bagaimana ia sampai ke Malaysia, karena orang tuanya bercerai, dia 8 orang bersaudara, dan selepas perceraian orang tuanya, ayahnya meninggal. Tinggal ia dengan ibunya beserta 7 saudaranya. Dan iapun terjerat permasalahan keluarga dan sampai akhirnya dia kabur sampai hingga ceritanya ia sampai di Malaysia. Dia awalnya bekerja di kontraktor dengan medaftar ke agen. Namun lama kelamaan terjadilah suatu peristiwa saat ia menerima uang karena memuaskan nafsu istri si bos nya. Ketika itu dia sudah bekerja di sebuah toko. Satu dua kali dia menjadi pelampiasan. Uangpun aman.

Dan begitulah siklusnya, hingga siapapun dia layani, sampai2 bencong-bencong kemayu pun dia layani demi uang. Katanya. Berkedok pijat nrefleksi. Tapi sekarang dia tak lagi bekerja sebagai itu, sekarang dia menjadi penjual online barang-barang sex. Inilah pertama kali saya melihat dan diperagakan toys-toys ini. Saya tak berani menanyakan harga. Dia sekarang menjadi distributor popping dan Viagra. Bayangkan, orang seperti itu sama tempat tinggal dengan saya. Sungguh pengalaman yang mengesankan bagi saya. Dan memang, mereka berempat tidak menabukan hal-hal yang seperti itu, jadi saya yang merasa hal baru mengejutkan ini terpaksa bersikap biasa, seolah-olah saya orang amerika yang sudah familiar dengan barang-barang ini.

Besok harinya saya sudah harus mulai training, pekerjaan yang memang tak datang untuk setiap orang lain. Besoknya semua sudah sibuk. Saya keluar pagi hari pada pukul 6 waktu Malaysia dong. Dekat dengan stasiun LRT Miharja. Sehingga mudah mkemana-mana. Memang tak ada waktu untuk bercerita banyak dengan kawan sebelah, palingan sebelum tidur si Pakistani bertanya bagaimana saya ditempat baru, kerja nya apa saja.

Ya begitulah, sampai akhirnya weekend kami akrab lagi, saya memang kurang merasakan nikmatnya masakan disana, jadilah inisiatif saya untuk memasak, karena disana sipadeh ada, langkueh ada, santan kotak ada di kulkas. Saya tak tahu siapa yang punya kulkas, melihat semuanya serba menaruh mengambil makanan dan minumannya dalam kulkas sayapun ikut menaruh minuman saya disana. Saya memasak lagi, orang padang memanbg suka merantau, tidak manja, tapi lidah nya yang manja. Jadi saya pergi ke toko sayur pagi-pagi, dan wah, ternyata ada ramai sekali anak-anak muda belanja sayur, bule-bule cowok pun belanja sayur mayor, buhana, dan semuanya. Wah, ada rasa lega rasanya bisa begabung dengan komunitas yang memang sangat open. Tidak seperti dinegara sendiri yang selalu dapat cemoohan kiri kanan. Saya beli ikan, daging ayam, dan buncis, tomat, dan semuanya lah pokoke, sampai akhirnya uang saya habis 20 ringgit.

Saya kembali kerumah, si Pakistan pun heran melihat sya muncul dipintu dengan tas belanjaan berisi sayuran. Dan bersorak,. Hey man, you can cooking? Yes saya bilang dengan cuek seolah-olah saya sombong, sambil berkata, kalau tidak ada saya kalian tak akan makan. Hehehe. Dia bersorak lagi, hey razik, this man is stove master, katanya, dan memang bahasa inggrisnya begitu. Sampai akhirnya dia curhat, tak ada satupun dari mereka yang bisa memasak, bisanya Cuma memasak meggi, mi instant khas Malaysia ini. Saya memasak sayur buncis di uwok. Hehehehe. Dan memasak sambal hijau, karena di Padang ibuk kos saya sering memasak ini, saya sering ikutan membantu mengaduk didapurnya, sambil menjadi plankton yang berusaha mencuri resep-resepan itu. Ya, mungkin anak kos lain merasa tak perlu. Namun bagi saya ini perlu, survive man.

Selesai memasak, sebelumnya saya menanak nasi pake mejik dulu dong. Kami makan bersama, si Rangoon, belum bangun, hehe, seharusnya si Richard. Tapi saya malas salah terus karena nama yang begitu begitu tidak pernah saya lapaskan sehari-hari. Kami menggedor-gedor pintu kamarnya razik pun, eh ya razik ini yang dari Malaysia. Razikpun mengeluarkan makian-makian khas Malaysia nya. Kami membangunkannya untuk makan bersama, menyantap jamuan khas chef ncep hari itu. Seminggu sudah kami bersama disana, semakin dekat memang, celakanya, mereka sering mengajak saya jalan-jalan keliling, disaat saya harus masuk training bekerja, saya pun mengiyakan, karena apa ya, saya susah sekali menolak ajakan pai malala. Singkatnya, pai malala nah, begitu kata si Yoseuf. Tanpa berpikir, atau memang saya tak punya otak, saya mengiyakan lewat pesan whatsapp, sayapun keluar dari gedung perkantoran itu dan segera meloncat kedalam kereta dengan pass rapid KL yang saya punya.

Saya tak balik lagi kesana hingga esok pagi, saya cemas sekali apa yang akan dilakukan svisor pada saya. Akankah saya disetrika, disiksa seperti kebanyakan TKI lainnya. Ternyata tidak, saya diberi peringatan yang tegas setelah sebelumnya saya beralasan sakit perut dan saya sangat mual dan pening. Si rasik bekerja di shopping mall, sedangkan adiknya baru saja habis kuliah di Pahang. Tapi umurnya beda 6 bulan saja dengan saya. Dia lebih tua tentunya. Hehehe. Mulai hari itu kami semua makin akrab, bahasa resmi disana terpaksa memakai English. Kadang-kadang kami memakai melayu supaya Richard tidak mengerti, Karen yang sering kami gunjingkan adalah Richard. Hahaha. Si Pakistan ini begitu polos menurut saya, dia bertanya apa yang terbersit Tanya dipikiranya. Sampai ia bertanya kalau tsunami di aceh itu ada gak ya ikan-ikan yang terdampar- lah. Ini lah itu lah. Huft.

Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal menarik bagi saya yang mengundang dan memancarkan gelak tawa selama lebih dari sebulan saya disana. Dan terpaksa harus kembali ke Indonesia saat harus menyelesaikan studi. Saat kembali ternyata saya (bukan tidak diterima untuk sign kontrak) tapi saya terlambat datang karena urusan wisuda di Padang. Jadilah saya kecewa sekali, dan kalau saya mau ikut lagi, silakn datang dan kembali pada bulan November kalau ada lowongan. padahal saya ingin sekali membangun hidup dinegara baru, yang jauh dari kata bantuan, sehingga benar-benar mandiri seutuhnya. Hari itu saya sangat galau, sihiy. Galau man. Saya sudah harus bayar lagi perpnajangan bilik untuk bulan depan.

Malam itu saya tidak menginap disana, saya takut dicari orang yang punya rumah seperti kos di Indonesia, dalam pilem-pilem akan ditagih. Padahal saya belum pasti mau extend atau cabut. Saya berjalan ditengah luasnya kota Kuala Lumpur, tapi saya menikmati, tak ada siapapun yang akan membantu saya. Mandiri. Pecahkan sendiri, putuskan sendiri. Saya berhenti disebuah kedai cepat saji, dan memesan kentang goring, lalu duduk berlama-lama sambil online, sampai saya tertidur, para pegawai kedai itu menyuruh saya menggunakan sofa jika ingin beristirahat, tentu saja saya iyakan. Ngantuk sangat.sampai pukul lima pagi saat bunyi kedaraan sudah sibuk, kereta sudah beroperasi. Saya kembali pulang. Teman-teman heran melihat saya yang seperti bangun tidur (memang). Mereka bertanya, tapi saya tak menceritakan, saya memutuskan untuk mengecek tiket airasia, dengan uang deposit kontrakan yang akan saya ambil kalau keluar dari bilik ini. Saya bisa apa?. Air asia kepadang masa itu 256 ringgit, sedangkan airasia ke Jakarta hanya 207 ringgit. Okay, saya akhirnya memutuskan untuk terbang ke Jakarta. teman- teman disana melepas saya dengan salam dan pelukan satu persatu. mereka berkata. sejak ada cecep disini kita jadi kompak. hehe. Dan tadaaaa. Saya sekarang terjebak di Jakarta.