Budayakan Melatih Perilaku yang Menguntungkan


Sebagai seorang sosiolog baru. Memang saya belum banyak terlibat dengan wacana-wacana besar yang mengkaji perubahan di tanah air. Namun tulisan saya kali ini erat kaitannya dengan kemiskinan. Sebagai seorang mantan mahasiswa sosiologi pulalah, saya berkesempatan mempelajari kemiskinan dari pandangan sosiologisnya.

Kemiskinan menurut Soerjono Soekanto, (1982) Kemiskianan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.

Mencoba melihat bahwasanya kemiskinan yang ada disebabkan prilaku masyarakatnya juga. Selain faktor-faktor lain yang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu mengenai kemiskinan. Sebagai contoh adalah merokok. Bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan rokok sedemikian rupa tetapi untuk pendidikan anak mereka tidak memprioritaskan sehingga yang timbul nanti adalah kemiskinan berantai. Karena besar peluang dengan pendidikan, anak mungkin saja bisa keluar dari kemiskinan dimasanya nanti.
 
Bagaimana dengan prilaku yang tidak mencerminkan perjuangan untuk keluar dari kemiskinan. Misalnya seringkali saya lihat anak-anak yang orangtuanya susah mencari uang, tapi mereka bisa membeli pilox untuk menyemprot-nyemprot tembok fasilitas umum. Yang bukan karena mereka belajar seni semprot graffiti, melainkan hanya bangga berbuat pelanggaran. Mental-mental seperti ini membuat sulit bagi mereka untuk keluar dari jerat kemiskinan.

Namun disini saya tidak akan menceritakan lebih banyak mengenai kemiskinan. Saya akan memberikan suatu cara yang pernah saya lakukan sebagai orang miskin yang ingin keluar dari kemiskinan dengan bekal pendidikan dan kreatifitas yang ada. Saya akan sharing mengenai hal-hal kecil yang berdampak besar yang mampu kita jalani dengan sepenuh hati. Topiknya kiranya mungkin menabung. Tapi tunggu dulu. Bukan seperti menabung pada umumnya di bank, tapi dengan celengan.

Siapa yang tidak mengenal celengan, benda ajaib pengabul keinginan. Zaman saya hidup saya sudah diarahkan untuk menabung, dengan celengan yang berbagai bentuk dan rupa. Namun, selagi orangtua gak ada akhirnya dicongkel juga. Masa tersebut adalah masa dimana kita belum tahu dan belum punya kesadaran yang cukup sebagai bentuk kita prihatin akan nasib kita dikemudian hari.

Semasa kuliah, saya memang orang yang serba berkecukupan maksudnya serba cukup, jarang yang berlebih, kurangnya sering, membuat saya harus memutar otak supaya bagaimana caranya agar suatu hari saya bisa membeli apa yang saya mau dengan uang. Apa yang saya lakukan adalah dengan menjadi kolektor koin. Cerita inspiratif ini (aduh) berawal dari adanya kebocoran galon dikos tercinta. Dijual sudah tidak laku, dan diloak pun dihargai hanya beberapa lembar ribuan.

 Gambar 1

Apa yang saya lakukan dengan gallon air berkapasitas 19 liter ini? Saya berpikir kalau dimasukkan koin pasti bisa menampung banyak rupiah. Ya, itulah awalnya perubahan-perubahan kecil yang saya lakukan. Karena celengan dalam bentuk kaleng dan kotak kecil sudah terlalu mainstream, memberikan efek bahwa mereka hanya makhluk lemah diantara benda lain yang harus diberi makan.

Oke saya mulai untuk memberikan DP sebanyak 50k, yang waktu itu saya tukarkan ditempat fotocopy yang kebanyakan menukarkan koin. Dari DP ini semangat juang untuk menyaksikan pertambahan bulir koin semakin membuncah, kalau ini menyebabkan pengaruh mental, mungkin saya sudah menderita kelainan karena terobsesi melihat koin.

Ada rasa bahagia ketika gemerincing koin berbunyi. Apalagi seiring pertambahannya setiap hari. Sampai-sampai saya telah didaulat menjadi kolektor koin yang dikenal sampai ke negara-negara tetangga kos-kosan. :)

Sayapun rutin menanyakan kepada teman-teman sekeliling apakah sudah banyak koin yang terkumpul. Kalau sudah saya akan datang untuk redeem koin mereka. Ya kadang saya di cap aneh, tapi apa yang saya pikirkan tidak seperti apa yang diharapkan oleh pikiran orang lain, itulah konsep positif aneh menurut saya.

Galon yang saat itu berisi koin tidak dihitung berdasarkan isi koinnya, melainkan dari beratnya. Saat berat sudah terasa, api-api semangat kolektor nikels ini seperti api tersiram bensin. Sampai-sampai telinga saya sudah sangat familiar dan terlatih untuk mendengarkan suara khas itu. Ya, waktu itu saya sebagai anggota organisasi Genta Andalas, sekretariatnya bertetanggan dengan FKI Rabbani, waktu itu saya sedang memutar music rock metal, tapi saya bersyukur indra nikels saya berfungsi dengan baik. Saya mendengar gemrincing koin disana, tentu saja saya melakukan survey. Benar saja mereka disana sedang menghitung koin. Saya tidak sampai hati melanggar aturan yang ada, disana mereka sekelompok wanita muslimah, mungkin saya tidak boleh langsung masuk. Saya mencari cara supaya paling tidak ada setoran koin untuk the dungeon galon saya.

Benar, saya harus berterima kasih kepada Lia (yang akan melangsungkan pernikahan dengan Deno pada 11 Januari 2014 nanti) yang mana dia menawarkan diri untuk menanyakan apakah koin tersebut mau ditukarkan. Gayungpun bersambut. Benar. Lalu tanpa ragu-ragu saya tukar 100ribu. Ternyata mereka masih saja suaranya menggoda. Oke saya tambahkan 60ribu lagi. Dan apa yang terjadi, suara itu tetap ada mendarah daging, tapi saya sudah tidak mampu karena itu sudah melebihi batas pengeluaran untuk pengelolaan uang bulanan sebagai pre reserved cash.

Singkat cerita seperempat bagian galon pun terisi koin, seperti kesadaran itu harus mampu lahir dan tumbuh secara alami didalam diri. Maka jika ia sudah subur dan hal tersebut positive, ikutilah ia. Malam-malam itu saya sudah mulai bercita-cita akan mempunyai apa? Rasanya sudah tidak mustahil lagi kalau saya berharap untuk punya semisal gadget atau benda lain yang sebatas. Tapi saya tidak mau larut dengan khayalan, melihat galon yang sudah terisi 1/4 adalah kesenangan dari hari-hari saya. Apalagi kalau ada teman-teman yang datang ke kamar dan memuji-muji koin saya yang sudah berat ketika mereka coba angkat, wow.
Tapi tak jarang juga ibuk kos mengomeli, buat apa, sih, koin segitu. Tapi benar, kesadaran adalah hal utama yang mampu membuat bangkit. Setidaknya saya tahu pemikiran saya dengan ibuk kos tidaklah sama. Dia hidup dizaman yang sangat suram sehingga saat dia kaya terasa sedikit angkuh meremehkan koin.

Dan selanjutnya hingga koin mencapai setengah, saya pun mulai berniat menghitungnya. Hingga 3juta rupiah. Wow. Saya tidak meneruskan menghitung karena angka 3 saja saya sudah sangat lega. Senyum tak henti-henti tersimpul.

Maka bagaimana menggunakan koin ini? Tidak mungkin saya beli tiket pesawat dengan menyodorkan sekarung koin. Nah, pertanyaannya begitu, saya browsing pengalaman orang mengenai koin. Jika ditukarkan ke bank akan ada selisih nilainya yang dikurangi, mengingat menghitung koin segitu banyak akan membutuhkan 3 kali lebaran haji. :) (oalah).

Sayapun tak kehabisan akal untuk berpikir. Saya kategorikan semuanya berdasarkan bentuk yang sama dan mengelompokkan menjadi paket-paket. Dan mulai menukarkan paket per paket. Awalnya ke fotocopy yang terdekat sekeliling kos. Sehingga uang lebih dari 3 juta lebih bisa saya kumpulkan. Dalam waktu tiga minggu koin sudah berubah menjadi nominal yang tercetak dalam buku tabungan. Tak tanggung-tanggung saya membawa uang itu secukupnya untuk backpacking ke 3 negara, Singapura, Malaysia, dan Thailand saat liburan semester.

Sungguh sangat menyenangkan. Dengan uang itu saya membeli pengalaman. Saya tidak suka shopping. Begitulah sebuah prilaku mampu membuat perubahan. Saya tidak mengatakan saya menjadi kaya dengan celengan itu. Setidaknya saya berkesempatan melahirkan kesadaran dalam diri saya untuk pintar bergelut dengan hidup. Walaupun saya tidak mendapatkan IPK 3,00 sekalipun saya sudah cukup pintar kok :(

Begitulah bagaimana perubahan-perubahan kecil itu mampu mengisi setitik pengalaman berharga bagi jenjang kita menyongsong hari esok. So, saya ingin mengajak pembaca untuk mulai beraksi. Jangan ragu melakukan perubahan-perubahan kecil dalam hidup. Ayo, untuk Indonesia yang lebih baik.