Batam, ID



Saat menjadi karyawan sebuah perusahaan Media cetak terbesar di Batam saat ini, saya memang jarang bahkan tak punya waktu untuk menulis. Apakah itu cerpen atau apapun namanya. Komunikasi bersama teman-teman lama pun jarang hingga sempat kehilangan kontak untuk sementara. Alhasil, inilah yang membuat saya was-was, cemas akan kehilangan semangat terhadap mimpi-mimpi yang begitu ‘hidup’ saat saya masih mahasiswa. Menjadi pemikir yang berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sejenak biarkan saya bercerita sedikit seputar apa yang saya lakukan beberapa bulan terakhir, untuk menuliskannya sebagai sebuah memori untuk suatu hari nanti.

Seperti hidup di zaman Marx, Saya merasakan sendiri hidup dalam dunia kerja, tidak jauh berbeda dari penjelasan yang sudah sekian lama dirumuskan Marx. Hari ini dizaman modern ternyata apa-apa yang beliau kerangkanya kurang lebih masih sama. Sebuah dinamika dunia kerja, dimana posisi majikan punya otoritas yang lebih untuk menekan bawahan sekalipun pekerja kerah putih.

Saya banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran Marx yang seperti ini sekalipun saya membaca bukunya hanya beberapa bagian saja, namun ada sesuatu yang membuat saya berkata dalam hati, “saya suka kakek ini”.

Ketertarikan saya berawal dari tuntutan bahan skripsi yang mengharuskan untuk memahami lebih banyak dari sekedar membaca dan mengutip demi melengkapi karya ilmiah tersebut. Penjabaran permasalahan penelitian menjadi lebih menarik disaat ada hal-hal korelasi dengan landasan teori. Tugas yang semula sebagai beban SKS menjadi tantangan baru tersendiri untuk saya. Sayangnya dukungan literatur menjadi semacam penghambat untuk tampil perfeksionis. Dalam ilmu sosial yang abstrak dan kompleks sekalipun masih ada pola-pola yang masih lestari semenjak zamannya Marx hingga zamannya saya. Walaupun tidak menutup kemungkinan akan berubah suatu saat.

Mungkin para professional menyebut ini sebuah doktrin Marxis, atau kawan-kawan menyebut saya hanya ikut-ikutan, sebenarnya hanya terombang ambing tak tentu arah untuk punya suatu pegangan dalam ilmu sosial, bukan dengan pemahaman yang dipilah sesuai dengan apa yang diyakini. Namun dalam hal ini saya tidak membawa nama Marx sejak awal untuk dikomentari ataupun untuk mencari celah untuk menemukan hal yang baru, tetapi hanya menuntun saya untuk memahami dunia kerja dari sisi orang-orang sosial pemula, walaupun jika ada nantinya keluar dari jalur ini.

Hingga akhir menjelang sidang ujian akhir, memang semangat saya fluktuatif, turun naik berdasarkan kondisi-kondisi lingkungan dan kondisi keuangan. Dengan begitu saya bisa berkaca dengan diri saya, memang sudah sejauh ini, saya rasa memang kapasitas saya sebagai seorang sosiolog masih prematur.

Terbebas dari jeratan SKS di kampus saya masuk kedalam dunia yang punya arus yang luas, pasang surut pastilah terjadi tentang kemana dan bagaimana atau apa bidang yang akan saya geluti dengan serius. Ini menjadi sangat penting untuk dikaji pertama kali sehingga saya punya arah. Namun pada praktiknya saya tetap masuk menjadi bagian dari para pencari kerja sekedar punya tempat untuk duduk di siang hari, sampai saya temukan atau mereka yang menemukan saya, sebuah anak perusahaan Media yang mempekerjakan. Ingatan-ingatan dan konsep-konsep sosiologi yang saya punya sebagai modal yang sedikit tersebut sempat pudar.

Kembali ke permasalahan, menurut hemat saya dunia karyawan itu hal yang gila, mungkin terlalu dini saya mendoktin terlebih saya baru mencoba di satu tempat, terlalu dini untuk menilai, benar-benar merenggut kebebasan berpikir sebagai pribadi saya yang cenderung liberal dalam berpikiran. Namun demikian saya mencoba mencari cara supaya hal ini saya tukar menjadi bahan untuk memahami realitas sosial. Keterlibatan langsung sepertinya akan menjadikan semakin banyak detail yang akan terjelaskan.

Mungkin belum dikatakan sumbangsih untuk disiplin ilmu sosial, tetapi jikalah ada kebebasan untuk berpikir mungkin inilah yang ada dalam benak saya sebagai pertanyaan ataupun keluh kesah emosional dari kacamata pemula.

Setidaknya dunia karyawan telah saya kecap lebih kurang tiga bulan saja. Tapi cukup memberikan pengalaman dan pembelajaran yang menarik untuk menambah referensi dalam melihat dunia kerja, hubungan industrial, sifat hubungan personal yang terjadi karena hubungan industrial. Keseluruhannya saya lihat dan hubungkan dengan konsep-konsep yang saya punya atau kuasai. Kalau belum saya kuasai saya akan pelajari dulu. Seharusnya penulisan ini sudah harus saya mulai semenjak menduduki bangku kuliah, karena akan ada banyak kesempatan untuk berdiskusi bersama dosen, tetapi semua sudah terlambat, sekarang saya hanya bersyukur saya telah menyadari dan mulai belajar lagi.

Hubungan industrial merupakan hubungan yang terjadi akibat bekerjanya seseorang disuatu tempat, secara garis besar, hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa disuatu perusahaan.

Manajemen perusahaan seperti biasa, secara konseptual hubungan majikan dan pekerja adalah hubungan yang saling menguntungkan. Namun permasalahan kerap kali terjadi apalagi sekelas pekerja yang fresh-graduate yang setidaknya masih terbawa idealisnya seorang mahasiswa. Dunia kampus memang sebuah tempat seperti kita sedang latihan tinju dengan dilengkapi matras untuk jatuh, sehingga kita bebas kapanpun kita akan jatuh ada matrass yang menahan. Tapi dalam dunia nyata tidak ada lagi matrass, kadang kita merasa masih ada matras sehingga kita masih bisa tampil idealis. Sekalinya jatuh, kita tahu sejauh mana idealisme itu bekerja.

Tapi dalam lingkup industrial tak banyak yang mampu saya lakukan untuk berbuat perubahan. Tunduk kepada manajemen perusahaan adalah hal yang sangat susah dilakukan, secara personal mungkin majikan dan pekerja punya hubungan yang harmonis, tetapi belum tentu dalam hubungan industrial juga demikian. Ingatlah lagi konsep-konsep besar yang dijabarkan Marx dan Ralph Dahrendof. Dua orang ini adalah mereka yang hidup dalam dua zaman yang sudah berbeda, namun masih merumuskan satu kesepakatan dalam melihat kelompok sosial khususnya dalam organisasi pekerja. Marx banyak melihat dinamika buruh di negaranya. Sedangkan Dahrendorf menurut saya sudah banyak mendapatkan referensi dan bahan bacaan dalam melihat sesuatu sehingga adakalanya ia menerapkan penjelasan Marx disebalik zamannya ditambah lagi penjelasan yang lebih kekinian.

Meneliti tentang buruh, sebagai salah satu syarat menamatkan studi sarjana, saya rasa saya belum maksimal semasa itu, banyak hal yang saya lakukan hanya sebatas laporan terbaru untuk pembimbing, dan tidak terpikir sedikitpun saya akan menemukan sesuatu yang akan saya teliti secara berkesinambungan untuk melatih dan memperkaya pengalaman-pengalaman saya untuk lanjutan.

Sedikit menyesal, dengan adanya penyesalan berarti ada kesadaran yang saya punya. Membuat semangat baru untuk tetap belajar. Saya adalah orang pembelajar, tetapi otodidak adalah salah satu cara yang sangat manjur bagi saya. Selain murah, juga menyenangkan (bagi saya).

Saya punya segudang mimpi yang harus saya wujudkan, diantaranya adalah dalam dua tahun kedepan saya harus granted untuk punya dosen pembimbing dari negeri Marxis. Sejujurnya saya ingin menjadi sosiolog yang berpengaruh, untuk harga sebuah pembangunan, SDM adalah modal utama, SDM yang hidup dari masyarakat yang terdidik. Yang tujuan ujungnya adalah untuk memberikan pengajaran nantinya, agar lahir pemikir-pemikir sosiologis yang baru dengan gayanya masing-masing. Karena jujur, keterlibatan para sosiolog dalam kasus-kasus pembangunan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan Negara maju saat mereka berada pada masa pembangunannya dulu.

Terlahir sebagai seorang yang pendiam bukan membuat saya menyadari bahwa yang harus saya lakukan adalah sesuatu yang mengarah kepada operasional atau teknis, karena tidak banyak keterlibatan komunikasi yang efektif dalam menjalankannya. Paling banyak hanya alur koordiasi. Tetapi saya lebih menyenangi perkara-perkara sebagai dalang, disebalik layar tetapi menjadi otak dalam sebuah pertunjukan. Tanpa perlu tampil dipermukaan.

-There is no life by get a job as an employee.-

0 Responses