Orang Hidup Punya Cerita

Pengalaman yang menjadi makna hidup (by Seorang sahabat)
Aku manusia, mereka manusia, kita sama-sama manusia, pandanglah kekiri dan kekanan kemanapun yang bisa kau pandangi, kuiringi jejak angin yang menepikan jiwaku dari sisi kehidupan yang sudah lumrah ku alami, dia begitu, mengapakah jikalau tidak begitu, samarkah matanya melihat saudaranya yang tidak seberuntung dia, nyanyikan lagi beberapa lirik untuknya, mereka sama-sama mencari kehidupan, tapi pengorbanan tidaklah sama, dia dewa magnet yang menarik banyak uang, dia lagi beriring peluh menikmati jalanan, secerah putih yang bersinar berkilauan sedikit yang didapat namun banyak yang tersisa, berapalah uang yang dia lagi kumpulkan sehari, tidak seberapa memang, tapi dia menyisakan rasa puas dengan apa yang dia sebarkan kepada manusia lain, dedaunan segar yang rela diterpa manjanya tangan pembeli. Sedangkan dia, mengumpulkan jutaan rupiah, dengan mengabaikan cinta, dan larut dirasuki perasaan sombong, merah merekah layu dan hilang tiada warna tiada sisa.

Cerita ke-2 (By seorang teman)
Hidupku sepi, aku tidak merasa miskin, aku hanya tidak punya uang, tapi senyum akan selalu bertaburan berlimpah ruah sebagai syukur atas nikmat hidup hingga hari ini, ceritaku ini sedikit sedih, aku pasti tahu mereka tak pernah mengalami hal seperti ini, hanya akulah yang mengalaminya, wahai kalian, kalian pasti tahu bagaimana hidup mahasiswa kos, mungkin bukan kebanyakan, tapi kebanyakan anak-anak miskin, sekali lagi secara ekonomi, tapi bersyukur, aku orang yang suka tantangan hidup, jadi hal ini bukan masalah yang besar, tapi aku teringat akan cerita bangga milik paman, milik pamanku yang kucintai, sama-sama punya anak sebaya denganku, tak terlepas dari indahnya kehidupan serba bisa mereka, jika kubandingkan, sewa kamarnya disana delapan kali lebih besar dari sewa kamarku, aku mengerti sepenuhnya, kenapa dia begitu. Tapi aku lirik mata hatiku sendiri, disana aku merasa terasing, aku merasa dihina dan tidak dianggap karena berbeda status sosial, mata hatiku menepi dan sembunyi, disana dia meneteskan air mata. Air mata hati yang tak pernah kutahu bagaimana bentuknya, aku tersiksa saat dia menangis, menguras seluruh kalori jatah bagian tubuhku yang lain.
hari itu yang akan slalu kuingat dalam hidupku nanti, yang mana tak ada lagi uang yang harus dibelanjakan, uangku habis untuk keperluan lain, memang berkecukupan, sedikit saja lari dari anggaran, maka terimalah akibatnya, aku harus makan apa? Apakah aku akan makan nasi putih sembunyi-sembunyi agar temanku tidak melihat penderitaanku, kurasa itu sangat menyedihkan sekali, sejenak aku mencari cara dan cara yang ku pikirkan semuanya tak ada yang berhasil, tak perlu juga meratapi, tuhan takkan membiarkan hambanya tidak makan hari ini, pasti ad sesuatu yang bisa dimakan, kuputuskan untuk membaca buku saja sambil mencari cara untuk makan, kubuka lemari kayu buatan orangtuaku sewaktu hidup dahulu, kurasakan beliau ada mendekatiku, melihat keadaan anaknya yang mencari makan, pasti beliau sedih. Begitu kupilah buku-buku yang untuk saat ini itulah kekayaanku, kulihat sebungkus mie instant terselip dibelakang sana, kurasakan betapa cintanya tuhan kepadaku, senyum menggebu-gebu, darahku menyeruak hingga membuat merah pipiku, hidungku terasa dingin, air mataku menetes, sebungkus mie untuk makan kali ini. Banyak sekali kejadian yang membuatku panic, tapi saat inilah yang paling mengganjal dihatiku, aku akan menangis bila mengingat ini lagi, yang kutahu apapun hasilnya nanti kuyakin pengorban orangtuaku lebih besar daripada pengorbanan orangtuanya, disanalah aku bisa merasakan bersarnya cinta orangtuaku untukku.
0 Responses