Idiot Box

Mengelompokkan tayangan-tayangan sesuai dengan skala umur jelas merupakan hal yang sangat berat bagi penayangan sistem pertelevisian Indonesia, tayangan yang di dominasi dengan gunjang ganjing para selebriti menarik banyak rating, subuh buta, hingga tutup siaran, disematkan pada rentang-rentang waktu tertentu untuk mendapatkan jadwal tayang yang maksimal. Gossip pagi, gossip siang gossip sore dan gossip malam, bahkan gossip tengah malam dengan rancangan konsep yang berseri-seri. Mendominasi tayangan pertelevisan negeri tercinta, satu masalah dengan unsure hiburan yang dikomersialkan, digarap dengan berbagai perspektif dan sudut penekanan masing-masing judul gossip. Mulai dari yang memberi tahu dan tidak melebih-lebihkan, hingga yang menganggap sebuah karya investigasi.

Selain gossip adalagi cerita telenovela lokal yang mengeksploitasi ibu-ibu rumah tangga, tak jarang konflik antar personal suami istri disebabkan karena tayangan romantic yang menjebak mata dan menjabak dunia. Sinetron yang sangat tidak edukatif ini juga mendapat jadwal tayang yang mendominasi atau full disaat waktu istirahat menjelang tidur, dari judul ke judul dan tahun ketahun tidak menunjukkan sebuah karya yang mempunyai alur cerita yang berbeda, jika sudah mulai tidak laku. Ganti judul dengan cerita yang sama sekali tidak ada yang berbeda. Ganti tokoh dengan cerita yang sama. Sinetron hanyalah sebuah boneka dan judulnya adalah baju-baju bongkar pasang yang dijual terpisah.

Tak hanya ibu-ibu, remaja-remaja tak jarang juga menyaksikan tayangan yang mengajarkan pola hidup konsumtif ini, alas an mereka bermacam-macam, mulai dari sekedar hiburan sambil belajar hingga dijadikan referensi untuk pacaran. Lantas apakah kita tidak bosan karena dikatakan kurang update informasi karena jarang menonton televise. Karena pengaruh buruk tayangan-tayangan murahan yang menresahkan, sebagian besar manusia kreatif yang ingin mendapatkan jika itu sebuah hiburan, adalah sebuah hiburan yang benar-benar membawa pengaruh dan pemuasan emosi. Pantaslah mereka kehilangan semangat untuk menonton channel-channel yang tidak bersifat menjangkau semua orang.

Lebih mementingkan rating, daripada kualitas tayangan, jiwa kapitalis kronis yang merayap pada sistem.

0 Responses