Apakah Ini Dilemma?

Sayang, hari sudah sore dan akan hujan, jangan kau cuma siapkan payung ya, bawa jas hujanmu, lindungi tubuhmu, supaya kau tak kedinginan tidur nanti malam. aku sayang dirimu, dan sayangkan keberadaanmu sekarang. Mengapa kau kembali lagi masuk di pintu depan saat ku sudah akan keluar dari pintu samping. Kulihat bulan di pintu samping. Betapa terpananya aku, tapi kau bawakan anyaman bambu kesukaanku. Tapi kamu sepertinya tidak yakin akan ungkapanmu, dari hati kau mau, tapi kau tak akui, apakah itu?

Hidupku akan kubawa untuk kepastian, pintu samping sudah kubuka, aku sudah terpana dengan bulan, tapi kau datang tepat saat aku sedang bercanda dengan bulan, aku disiram cahayanya. Lukaku kering terjemur bulan, tapi aku ingat, kau juga masuk kembali membuka pintu depan. Rasanya aku ingin mati. Kau bukan tamu lagi, tapi tak seharusnya juga kubiarkan kau mengambil minum sendiri di dapur, dan menutup pintu sampingku, bulan baru saja melepaskan senyumnya dalam candaan kami. tapi.. dan tapi…

Kurasa hatiku akan rusak, aku akan pergi mencari rumah baru, tapi harta bendaku tak bisa kubawa dari rumah lama, jemariku tak kuat menggenggam temali yang bergagang di samping jendela kaca berbingkai kayu, kau terus memanah jantungku, sekalipun jantungku sudah berhenti berdetak sejak tadi, sesaknya aku.

Sahabatku, aku sayang kamu, tapi aku bodoh, hingga kau tak pernah lihatkan aku dari tirai. Aku bertanya-tanya sebenarnya. Tapi aku belum siap untuk pertanyaan itu. Lalu aku diam, lalu aku menjauh berharap kau temukan makna lukisan di bingkai itu. Jauh menjadi indah, terselip daun kering yang sarat akan air mata.

Sahabatku, aku egois, mengapa aku harus menginginkanmu. Jika kumampu akan kuhapus air matamu, jika ku bisa akan kukecup keningmu suatu hari, tapi retak, belum pecah. Rasanya belum pantas diganti, tapi yang retak sudah tak bisa kupakai. Semua ceritaku sarat akan dilema. Sudah kuingatkan kamu, tapi aku sendiri kehujanan, tunggulah dulu, kuperas pakaianku, dan kujemur sebentar supaya kering. Setelah kering.

Sahabatku, aku merasa kau tlah anggapku orang yang tak berguna, kau telah anggapku bodoh, kau telah anggapku semua yang buruk tentangku. Kenapa? Karena aku takut dihina lagi, aku bukan manusia yang punya lukisan seni yang termahsyur, aku bukan pelukis yang ahli warna, aku bukan raja yang punya harta, aku bukan ksatria yang ditakuti, dan aku sekali lagi bukan orang –orang itu. luruskan hatimu, luruskan tujuanmu

0 Responses